KEMENANGAN Singapore Technologies Telemedia alias STT memborong Indosat bisa dibilang merupakan kemenangan Megawati Sukarnoputri. Raksasa telekomunikasi Singapura ini, sejak awal, memang dibidik sang Presiden agar bisa membeli BUMN bernama panjang Indonesian Satellite Corporation itu.
Lewat STT ini, konon, Megawati berharap bisa membangun tembok bisnis dengan para pengusaha Cina. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mendulang kepercayaan pengusaha Cina, agar mau lebih giat berinvestasi di Indonesia. Kabarnya, sebelum pemenang tender penjualan saham Indosat itu diumumkan, lobi-lobi tingkat tinggi sudah lalu-lalang mendahuluinya. Ini terutama dilakukan oleh pejabat-pejabat dari STT dan
Seperti dikutip laksamana.net, lewat Temasek Holdings, induk usahanya, STT mendekati Taufiq Kiemas, suami Mega. Sementara pejabat Telkom Malaysia masuk lewat jalur Hamzah Haz, Wakil Presiden. Begitu sengitnya upaya lobi itu, Taufiq sampai mendesak Mega untuk memilih Temasek.
Tapi versi lain menyebutkan, kendati Taufiq memengaruhi sang istri dengan membawa bendera Temasek, Mega sebenarnya sudah mempunyai pertimbangan sendiri untuk lebih cenderung memilih perusahaan ini. Sebabnya, ya itu tadi, bagi Mega, sebagai perusahaan investasi yang mengatur penanaman modal di dalam dan di luar Singapura, Temasek terlihat lebih menjanjikan untuk bisa diajak membangun kepercayaan pengusaha Cina berinvestasi di Indonesia.
Singkat kata, keberhasilan STT dalam membeli 41,94 % saham Indosat diharapkan memperkuat kerja sama bisnis. Bukan hanya antara Indonesia dan Singapura, tapi juga dengan jaringan pengusaha Cina. Maklum, Temasek memang dikuasai banyak pengusaha Cina yang berpengaruh di Asia Tenggara dengan nilai investasi yang luar biasa. Sejak didirikan pada 1974, Temasek sudah membuang sekitar US$ 40 miliar untuk menebar pengaruhnya di luar Singapura, sebagai pusat bisnisnya. Jika dikurskan dengan harga dolar Rp 8.000, nilai investasi itu sudah setara dengan Rp 320 triliun.
Pemegang saham terbesar Temasek adalah Lee Hsien Liong. Ini adalah Menteri Keuangan Singapura yang menjadi putra Lee Kuan Yew, bekas PM Singapura, yang mewakili pemerintah Singapura. Di Indonesia, konglomerasi ini sudah cukup lama dikenal karena keterlibatan bisnisnya dengan sejumlah taipan dan usahanya memburu sektor telekomunikasi. Paling tidak, namanya sudah dikenal ketika Temasek membentuk PT Bukaka Sing Tel pada 1996. Perusahaan ini, kala itu, memenangi tender pembangunan 403 ribu sambungan baru selama tiga tahun dengan nilai Rp 1,1 triliun.
Lewat Singapore Telecommunications Limited alias Sing Tel, setahun silam, Temasek termasuk investor yang paling sigap menawar saham PT Telkomsel. Usaha ini kemudian berbuah dengan mengantongi saham operator seluler terbesar di republik ini sebesar 35%. Nah, karena Temasek menguasai saham Sing Tel sampai 67,65%, secara tidak langsung mereka juga menggenggam 23,7% saham Telkomsel.
Bersama Cargill-Golden Agri Resources, Juni lalu, Temasek juga masuk dalam pengelolaan dan pengembangan perkebunan minyak kelapa sawit di Indonesia. Semula, usaha ini lebih banyak dikuasai oleh konglomerat seperti Eka Tjipta Wijaya. Mungkin itu sebabnya, di sini Temasek masuk dengan menggandeng Liem Sioe Liong dan Ciputra sebagai mitranya.
Cargill adalah salah satu perusahaan pengolah minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunannya lebih dari 258 ribu hektare dengan 16 fasilitas pengolahan minyak kelapa sawit mentah. Makanya, tak mengherankan jika Cargill memiliki posisi dan reputasi yang kuat dalam perdagangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Reputasinya dalam pendistribusian, perdagangan, dan pengolahan bisnis juga sudah tidak diragukan lagi.
Karena keperkasaan Cargill inilah, Temasek tertarik terjun di pengelolaan kelapa sawit Indonesia. Mereka berharap dari kerja sama dengan Cargill bisa membuka pasar kelapa sawit, setidaknya di Asia. Sumber lain menilai, ketertarikan Temasek masuk ke Cargill karena di sana juga ada saham Liem Sioe Liong.
Nama yang disebut terakhir ini, bagi Temasek dianggap sebagai jaminan mutu sekaligus keamanan. Maklum, selama ini keduanya sudah terlibat dalam beberapa kerja sama bisnis. Lewat Salim Group, Liem memiliki 20% saham Camerlin Group, dan Temasek juga mempunyai saham yang besar di sana. Camerlin adalah sebuah perusahaan investasi global yang aset terbesarnya ada pada dua perusahaan: Southern Steel Berhad dan Brierley Investments Limited. Keluarga Liem dan juga Soeharto, bekas presiden RI, sama-sama memiliki 24,4% saham Brierley Investments, yang mayoritas sahamnya juga dimiliki oleh Temasek.
Dari telekomunikasi hingga kebun binatang
Di luar Indonesia, gurita bisnis Temasek juga melilit di banyak negara, termasuk di Belgia dan Filipina. Di Thailand, mereka membeli saham Advanced Info Service, sebuah perusahaan seluler yang memiliki 9,75 juta pelanggan. Di Hong Kong, ia mengantongi kepemilikan saham APT Satellite, penyedia jasa satelit telekomunikasi untuk kawasan Asia Pasifik. Temasek juga masuk di Bharti Group--perusahaan yang bergerak di sektor jasa--dari telepon seluler, telepon tetap, hingga satelit di India. Keikutsertaan Temasek itu, semuanya lewat Sing Tel.
Di Singapura sendiri, bisnis Temasek nyaris tak bisa ditandingi siapa pun. Raksasa ini masuk ke hampir banyak sektor: mulai di ST Assembly Test Services, DBS Group Holdings, Keppel Telecommunications & Transportation, The Singapore Exchange, PSA Corporation, sampai Kebun Binatang Singapura.
Untuk urusan komputer, Temasek menguasai 70% saham Chartered Semiconductor. Sedangkan dalam bisnis telepon, raksasa ini telah mengantongi 67% saham Singapore Telecom. Cukup? Belum. Di bidang transportasi, Temasek punya 57% saham di Singapore Airlines.
Kini dengan merambah banyak perusahaan telekomunikasi Indonesia, Temasek memang akan banyak menentukan hitam-putihnya dunia telekomunikasi di Nusantara: mulai dari sambungan langsung internasional, percakapan regional, hingga penyewaan satelit, telepon seluler, dan televisi kabel. Dari Indosat saja, Temasek paling tidak akan punya hak atas kontrol PT Satelit Palapa Indonesia alias Satelindo dan PT Indosat Multi Media Mobile atau IM3, pendatang baru operator telepon seluler di Indonesia.
Lalu adakah kemenangan STT--anak usaha Temasek Holdings--membeli Indosat, bisa mendatangkan kepercayaan pengusaha Cina lainnya untuk berinvestasi di Indonesia seperti harapan Ibu Presiden? Itu yang masih harus ditunggu. Hanya saja, digenggamnya Indosat oleh Temasek, tetap merupakan kemenangan Mega. Paling tidak dia memenangkan harapannya sendiri dalam pertarungan lobi-lobi seputar penjualan Indosat.
Iya dong, mana ada yang bisa mengalahkan presiden dalam soal begini.
Lewat STT ini, konon, Megawati berharap bisa membangun tembok bisnis dengan para pengusaha Cina. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mendulang kepercayaan pengusaha Cina, agar mau lebih giat berinvestasi di Indonesia. Kabarnya, sebelum pemenang tender penjualan saham Indosat itu diumumkan, lobi-lobi tingkat tinggi sudah lalu-lalang mendahuluinya. Ini terutama dilakukan oleh pejabat-pejabat dari STT dan
Seperti dikutip laksamana.net, lewat Temasek Holdings, induk usahanya, STT mendekati Taufiq Kiemas, suami Mega. Sementara pejabat Telkom Malaysia masuk lewat jalur Hamzah Haz, Wakil Presiden. Begitu sengitnya upaya lobi itu, Taufiq sampai mendesak Mega untuk memilih Temasek.
Tapi versi lain menyebutkan, kendati Taufiq memengaruhi sang istri dengan membawa bendera Temasek, Mega sebenarnya sudah mempunyai pertimbangan sendiri untuk lebih cenderung memilih perusahaan ini. Sebabnya, ya itu tadi, bagi Mega, sebagai perusahaan investasi yang mengatur penanaman modal di dalam dan di luar Singapura, Temasek terlihat lebih menjanjikan untuk bisa diajak membangun kepercayaan pengusaha Cina berinvestasi di Indonesia.
Singkat kata, keberhasilan STT dalam membeli 41,94 % saham Indosat diharapkan memperkuat kerja sama bisnis. Bukan hanya antara Indonesia dan Singapura, tapi juga dengan jaringan pengusaha Cina. Maklum, Temasek memang dikuasai banyak pengusaha Cina yang berpengaruh di Asia Tenggara dengan nilai investasi yang luar biasa. Sejak didirikan pada 1974, Temasek sudah membuang sekitar US$ 40 miliar untuk menebar pengaruhnya di luar Singapura, sebagai pusat bisnisnya. Jika dikurskan dengan harga dolar Rp 8.000, nilai investasi itu sudah setara dengan Rp 320 triliun.
Pemegang saham terbesar Temasek adalah Lee Hsien Liong. Ini adalah Menteri Keuangan Singapura yang menjadi putra Lee Kuan Yew, bekas PM Singapura, yang mewakili pemerintah Singapura. Di Indonesia, konglomerasi ini sudah cukup lama dikenal karena keterlibatan bisnisnya dengan sejumlah taipan dan usahanya memburu sektor telekomunikasi. Paling tidak, namanya sudah dikenal ketika Temasek membentuk PT Bukaka Sing Tel pada 1996. Perusahaan ini, kala itu, memenangi tender pembangunan 403 ribu sambungan baru selama tiga tahun dengan nilai Rp 1,1 triliun.
Lewat Singapore Telecommunications Limited alias Sing Tel, setahun silam, Temasek termasuk investor yang paling sigap menawar saham PT Telkomsel. Usaha ini kemudian berbuah dengan mengantongi saham operator seluler terbesar di republik ini sebesar 35%. Nah, karena Temasek menguasai saham Sing Tel sampai 67,65%, secara tidak langsung mereka juga menggenggam 23,7% saham Telkomsel.
Bersama Cargill-Golden Agri Resources, Juni lalu, Temasek juga masuk dalam pengelolaan dan pengembangan perkebunan minyak kelapa sawit di Indonesia. Semula, usaha ini lebih banyak dikuasai oleh konglomerat seperti Eka Tjipta Wijaya. Mungkin itu sebabnya, di sini Temasek masuk dengan menggandeng Liem Sioe Liong dan Ciputra sebagai mitranya.
Cargill adalah salah satu perusahaan pengolah minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunannya lebih dari 258 ribu hektare dengan 16 fasilitas pengolahan minyak kelapa sawit mentah. Makanya, tak mengherankan jika Cargill memiliki posisi dan reputasi yang kuat dalam perdagangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Reputasinya dalam pendistribusian, perdagangan, dan pengolahan bisnis juga sudah tidak diragukan lagi.
Karena keperkasaan Cargill inilah, Temasek tertarik terjun di pengelolaan kelapa sawit Indonesia. Mereka berharap dari kerja sama dengan Cargill bisa membuka pasar kelapa sawit, setidaknya di Asia. Sumber lain menilai, ketertarikan Temasek masuk ke Cargill karena di sana juga ada saham Liem Sioe Liong.
Nama yang disebut terakhir ini, bagi Temasek dianggap sebagai jaminan mutu sekaligus keamanan. Maklum, selama ini keduanya sudah terlibat dalam beberapa kerja sama bisnis. Lewat Salim Group, Liem memiliki 20% saham Camerlin Group, dan Temasek juga mempunyai saham yang besar di sana. Camerlin adalah sebuah perusahaan investasi global yang aset terbesarnya ada pada dua perusahaan: Southern Steel Berhad dan Brierley Investments Limited. Keluarga Liem dan juga Soeharto, bekas presiden RI, sama-sama memiliki 24,4% saham Brierley Investments, yang mayoritas sahamnya juga dimiliki oleh Temasek.
Dari telekomunikasi hingga kebun binatang
Di luar Indonesia, gurita bisnis Temasek juga melilit di banyak negara, termasuk di Belgia dan Filipina. Di Thailand, mereka membeli saham Advanced Info Service, sebuah perusahaan seluler yang memiliki 9,75 juta pelanggan. Di Hong Kong, ia mengantongi kepemilikan saham APT Satellite, penyedia jasa satelit telekomunikasi untuk kawasan Asia Pasifik. Temasek juga masuk di Bharti Group--perusahaan yang bergerak di sektor jasa--dari telepon seluler, telepon tetap, hingga satelit di India. Keikutsertaan Temasek itu, semuanya lewat Sing Tel.
Di Singapura sendiri, bisnis Temasek nyaris tak bisa ditandingi siapa pun. Raksasa ini masuk ke hampir banyak sektor: mulai di ST Assembly Test Services, DBS Group Holdings, Keppel Telecommunications & Transportation, The Singapore Exchange, PSA Corporation, sampai Kebun Binatang Singapura.
Untuk urusan komputer, Temasek menguasai 70% saham Chartered Semiconductor. Sedangkan dalam bisnis telepon, raksasa ini telah mengantongi 67% saham Singapore Telecom. Cukup? Belum. Di bidang transportasi, Temasek punya 57% saham di Singapore Airlines.
Kini dengan merambah banyak perusahaan telekomunikasi Indonesia, Temasek memang akan banyak menentukan hitam-putihnya dunia telekomunikasi di Nusantara: mulai dari sambungan langsung internasional, percakapan regional, hingga penyewaan satelit, telepon seluler, dan televisi kabel. Dari Indosat saja, Temasek paling tidak akan punya hak atas kontrol PT Satelit Palapa Indonesia alias Satelindo dan PT Indosat Multi Media Mobile atau IM3, pendatang baru operator telepon seluler di Indonesia.
Lalu adakah kemenangan STT--anak usaha Temasek Holdings--membeli Indosat, bisa mendatangkan kepercayaan pengusaha Cina lainnya untuk berinvestasi di Indonesia seperti harapan Ibu Presiden? Itu yang masih harus ditunggu. Hanya saja, digenggamnya Indosat oleh Temasek, tetap merupakan kemenangan Mega. Paling tidak dia memenangkan harapannya sendiri dalam pertarungan lobi-lobi seputar penjualan Indosat.
Iya dong, mana ada yang bisa mengalahkan presiden dalam soal begini.
0 komentar :
Posting Komentar