Pertalian kerja sama antara Indonesia dan Iran tidak diawali sejak diproklamirkannya kemerdekaan negara Indonesia, melainkan lebih jauh ke masa lalu, dimana kejayaan pemerintahan Kerajaan Sriwijaya masih bergema di kawasan Asia Tenggara di abad ke-7 Masehi atau abad pertama Hijriah.
Pada saat itu, Iran dikenal sebagai negeri bernama Persia, atau Po-sse dalam catatan berbahasa Tionghoa yang mengisahkan perjalanan pendeta Buddha, I-Tsing tahun 671 Masehi, pada jaman perdagangan di Selat Malaka di bawah kekuasaan Sriwijaya. Kekuasaan Persia dan Sriwijaya terhubung dalam untaian kerjasama perdagangan dengan memajukan pelayaran di kawasan Indonesia saat ini dengan adanya hadiah dan surat dari kerajaan Sriwijaya yang dikirimkan ke Persia sebagai tanda persahabatan.
Kehadiran para pedagang Persia di Selat Malaka telah memberikan warna sejarah tersendiri pada masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatra, Jawa, bahkan Maluku. Bukti arkeologis dari hubungan ini ialah adanya artefak berupa gelas, vas, botol, dan jambangan di Situs Barus, pantai barat Sumatera Utara, dan situs-situs Muara Jambi, Muara Sabak, dan Lambur, pantai timur Jambi, selain bentuk batu nisan khas Persia. Hubungan politis pun dilakukan dengan adanya islamisasi pada abad ke-13 Masehi dengan adanya Kerajaan Samudera Pasai yang menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Raja Pasai saat itu pernah didampingi dua orang Persia terkenal, yaitu Qadi Sharif Amir Sayyid dari Shiraj dan Taj Ad-Din dari Isfahan.
Bukti lain dari pengaruh Persia di Indonesia ialah adanya peninggalan-peninggalan aliran Islam Syiah seperti perayaan Tabot di Aceh, Bengkulu, dan Pariaman untuk mengenang Imam Hasan dan Husain. Selain itu, perayaan Asyura atau Suro untuk bulan Muharram saat wafat Imam Husain. Di Jawa dikenal juga dengan perayaan Kasan dan Kusen, atau bulan Asan Usen di Aceh. Di Makassar, perayaan Asyura ditandai dengan suka cita dan pembuatan bubur tujuh warna. Hari Arbain di Jawa Barat pun masih dilakukan dan diikuti ratusan umat Islam Syiah Indonesia dan Internasional. Debus yang dipraktikkan di daerah Banten, Aceh, Kedah, Perak, Cirebon, dan Maluku, merupakan pengaruh dari budaya Persia saat itu.
Pada tanggal 22-27 Juli, 2006, hubungan antara Indonesia dan Iran akan kembali dijelmakan dalam perayaan Festival Indonesia di Teheran, Iran. Pemerintah Indonesia akan mengutus delegasi yang terdiri dari pemerintah, DPR, sanggar tari dari Sumatera, pebisnis spa, perancang busana, ahli kuliner, serta asosiasi pariwisata selain wakil dari media cetak dan elektornik. Delegasi Indonesia akan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Dr. Sapta Nirwandar. Dalam acara ini, akan dilakukan SOM bidang kebudayaan dan bidang kepariwisataan, yang diteruskan dengan adanya Festival Budaya Indonesia, Business Meeting, dan Pameran Pariwisata Indonesia. Tujuan dari adanya acara ini tidak lain untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral di bidang kebudayaan dan pariwisata antara kedua pemerintahan. Selain itu, persahabatan antara kedua negara, publikasi dan promosi Indonesia di Iran, serta peningkatan volume perdagangan di sektor pariwisata menjadi tujuan diselenggarakannya acara ini.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ir. Jero Wacik S.E., mengharapkan terciptanya kontak bisnis antara pelaku usaha pariwisata Indonesia dengan Iran yang dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat luas, selain dikenalnya kebudayaan bangsa Indonesia yang luhung sejak dahulu kala hingga kini di mata masyarakat Iran khususnya, dan dunia pada umumnya.
Pada saat itu, Iran dikenal sebagai negeri bernama Persia, atau Po-sse dalam catatan berbahasa Tionghoa yang mengisahkan perjalanan pendeta Buddha, I-Tsing tahun 671 Masehi, pada jaman perdagangan di Selat Malaka di bawah kekuasaan Sriwijaya. Kekuasaan Persia dan Sriwijaya terhubung dalam untaian kerjasama perdagangan dengan memajukan pelayaran di kawasan Indonesia saat ini dengan adanya hadiah dan surat dari kerajaan Sriwijaya yang dikirimkan ke Persia sebagai tanda persahabatan.
Kehadiran para pedagang Persia di Selat Malaka telah memberikan warna sejarah tersendiri pada masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatra, Jawa, bahkan Maluku. Bukti arkeologis dari hubungan ini ialah adanya artefak berupa gelas, vas, botol, dan jambangan di Situs Barus, pantai barat Sumatera Utara, dan situs-situs Muara Jambi, Muara Sabak, dan Lambur, pantai timur Jambi, selain bentuk batu nisan khas Persia. Hubungan politis pun dilakukan dengan adanya islamisasi pada abad ke-13 Masehi dengan adanya Kerajaan Samudera Pasai yang menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Raja Pasai saat itu pernah didampingi dua orang Persia terkenal, yaitu Qadi Sharif Amir Sayyid dari Shiraj dan Taj Ad-Din dari Isfahan.
Bukti lain dari pengaruh Persia di Indonesia ialah adanya peninggalan-peninggalan aliran Islam Syiah seperti perayaan Tabot di Aceh, Bengkulu, dan Pariaman untuk mengenang Imam Hasan dan Husain. Selain itu, perayaan Asyura atau Suro untuk bulan Muharram saat wafat Imam Husain. Di Jawa dikenal juga dengan perayaan Kasan dan Kusen, atau bulan Asan Usen di Aceh. Di Makassar, perayaan Asyura ditandai dengan suka cita dan pembuatan bubur tujuh warna. Hari Arbain di Jawa Barat pun masih dilakukan dan diikuti ratusan umat Islam Syiah Indonesia dan Internasional. Debus yang dipraktikkan di daerah Banten, Aceh, Kedah, Perak, Cirebon, dan Maluku, merupakan pengaruh dari budaya Persia saat itu.
Pada tanggal 22-27 Juli, 2006, hubungan antara Indonesia dan Iran akan kembali dijelmakan dalam perayaan Festival Indonesia di Teheran, Iran. Pemerintah Indonesia akan mengutus delegasi yang terdiri dari pemerintah, DPR, sanggar tari dari Sumatera, pebisnis spa, perancang busana, ahli kuliner, serta asosiasi pariwisata selain wakil dari media cetak dan elektornik. Delegasi Indonesia akan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Dr. Sapta Nirwandar. Dalam acara ini, akan dilakukan SOM bidang kebudayaan dan bidang kepariwisataan, yang diteruskan dengan adanya Festival Budaya Indonesia, Business Meeting, dan Pameran Pariwisata Indonesia. Tujuan dari adanya acara ini tidak lain untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral di bidang kebudayaan dan pariwisata antara kedua pemerintahan. Selain itu, persahabatan antara kedua negara, publikasi dan promosi Indonesia di Iran, serta peningkatan volume perdagangan di sektor pariwisata menjadi tujuan diselenggarakannya acara ini.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ir. Jero Wacik S.E., mengharapkan terciptanya kontak bisnis antara pelaku usaha pariwisata Indonesia dengan Iran yang dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat luas, selain dikenalnya kebudayaan bangsa Indonesia yang luhung sejak dahulu kala hingga kini di mata masyarakat Iran khususnya, dan dunia pada umumnya.
0 komentar :
Posting Komentar