Problema Rasio Gini: Rakyat Ingin Kaya Bareng-bareng; Konglomerat, Cukong dan Rentenir Ingin Kaya Sendirian

Masalah ketimpangan ekonomi atau rasio gini diakibatkan monopoli dan oligopoli pada konglomerat, cukong dan rentenir yang hanya ingin kaya sendirian. Di lain pihak, rakyat jelata menginginkan 'kaya bareng-bareng' atau growth with equity.



Tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat yang diukur dengan rasio gini di Indonesia tidak berubah signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi yang dinilai tidak inklusif, sehingga sulit menjawab masalah ketimpangan.
Rasio gini adalah ukuran yang menunjukkan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Nominal rasio gini membentang dari nol sampai satu, di mana nol menunjukkan pemerataan dan satu melambangkan ketimpangan.
Pada 2010, rasio gini di Indonesia tercatat sebesar 0,331. Tidak berubah signifikan dibandingkan 2005, yang sebesar 0,343.Pengamat ekonomi Indef Ahmad Erani Yustika mengatakan, ketimpangan yang belum membaik merupakan dampak dari buruknya kualitas pertumbuhan ekonomi. "Economic growth kita kualitasnya buruk, karena yang tumbuh pesat adalah sektor-sektor non tradable," tegasnya, Senin (3/1).
Selain itu, lanjut Erani, sektor keuangan juga belum optimal dalam mendukung sektor riil. "Sektor keuangan harus direformasi, mesti melayani sektor riil. Saat ini, sektor keuangan bermain sendiri dan tidak berpihak kepada sektor riil," katanya.
Pemerintah dan bank sentral, tambah Erani, harus merumuskan regulasi agar sektor keuangan menjadi penopang sektor riil. Kredit harus diarahkan ke sektor produktif, tidak hanya konsumtif.
"Penyaluran kredit ke sektor infrastruktur pertanian dan industri perlu ditingkatkan. Dengan begitu, pertanian dan industri bisa didorong menjadi pilar pertumbuhan ekonomi yang berkualitas," kata Erani.
Akan tetapi, menurut Erani, berbagai perbaikan tersebut sulit dilakukan dalam waktu dekat. "Sampai lima tahun ke depan rasanya sulit berubah, kecuali ada kebijakan yang radikal," ujarnya.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, rasio gini di Indonesia masih lebih baik dibandingkan di negara-negara berkembang lainnya. "Gini ratio di India sekarang 0,4. Di Amerika Latin juga cukup tinggi," tegasnya.
Oleh karena itu, lanjut Hatta, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Pengangguran susut menjadi 7,14 persen, tahun-tahun sebelumnya masih double digit. Penduduk miskin yang dientaskan dari 2009 ke 2010 berjumlah 1,5 juta jiwa, atau dari 14,1 persen menjadi 13,3 persen" paparnya.
Pada 2011, tambah Hatta, pemerintah menargetkan angka kemiskinan turun menjadi dalam kisaran 11,5-12,5 persen sementara pengangguran turun menjadi tujuh persen. "Jadi tidak hanya pertumbuhan tinggi, tetapi juga pemerataan," ujarnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan, penurunan gini ratio konsisten dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Pada 2010, rata-rata penghasilan masyarakat golongan rendah yang berjumlah 50,15 juta jiwa (mewakili 60 persen masyarakat penerima pendapatan) adalah sebesar US$ 2.284 per tahun.
"Sementara golongan menengah yang berjumlah 25 juta jiwa atau 30 persen rata-rata berpendapatan US$ 5.326 per tahun. Sedangkan golongan atas yang berjumlah 8,3 juta jiwa atau 10 persen rata-rata berpendapatan US$ 14.198 per tahun," paparnya.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana mengatakan, pemerintah awalnya cukup khawatir terhadap perkembangan gini ratio. Krisis keuangan global diperkirakan berpotensi memperlebar kesenjangan antar masyarakat.
"Namun ternyata gini ratio lebih baik, turun. Kami menyangka gini ratio akan tinggi," ujar Armida.
Pemerataan pendapatan, lanjut Armida, didukung oleh kesempatan kerja di sektor formal yang semakin meningkat. "Dalam kurun waktu Agustus 2009-Agustus 2010, ada lebih dari tiga juta kesempatan kerja baru. Kesempatan kerja formal tumbuh 10-11 persen, sementara informal tidak tumbuh terlalu banyak," katanya.
Artinya, tambah Armida, pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan sudah mulai terwujud. "Tema dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) 2011 yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan sudah mulai terwujud. Pertumbuhan lebih cepat, dan juga inklusif," katanya.
Share on Google Plus

About Redaksi

Kota Barus adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Indonesia. Ibukota kecamatan ini berada di kelurahan Padang Masiang. Kota Barus sebagai kota Emporium dan pusat peradaban pada abad 1 – 17 M, dan disebut juga dengan nama lain, yaitu Fansur.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :