BARUSNews | Peluncuran buku tentang berbagai kegiatan Komunitas Lima Gunung berjudul "Sanak Kadang" turut menandai pembukaan Festival Lima Gunung 2014 di Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan, Kabupaten Magelang, kawasan Gunung Merbabu, Sabtu.
Buku tersebut kumpulan tulisan karangan khas Hari Atmoko, salah satu pegiat Komunitas Lima Gunung yang juga wartawan Kantor Berita Antara.
Buku setebal 453 halaman yang diterbitkan TriBEE Press bekerja sama dengan Komunitas Lima Gunung tersebut berisi 105 tulisan sejak pertengahan 2011 hingga medio 2014.
Buku "Sanak Kadang" dengan desain produksi Poplar-Inc, pemeriksa aksara Wicahyanti Rejeki, foto-foto pendukung oleh Arie Kusuma dan Anton Wijayanto, sedangkan pengantar buku ditulis oleh budayawan Magelang Kiai Jowongso.
Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto mengatakan bahwa buku "Sanak Kadang" sebagai buku kedua Hari Atmoko tentang komunitas yang beranggota kalangan seniman yang juga petani di dusun-dusun di Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.
Buku pertamanya, ucapnya, berjudul "Konon" juga kumpulan tulisan (2007--2011) Hari Atmoko yang diluncurkan pada akhir 2011 di Studio Mendut Kabupaten Magelang.
"Bagi kami, buku ini menjadi penting karena akan menjadi dokumen tulisan tentang apa saja yang telah kami lakukan," katanya.
Ia mengatakan bahwa Hari Atmoko yang sejak 2001 bertugas menjadi wartawan Kantor Berita Antara di Magelang dan sekitarnya menuliskan relatif cukup banyak laporan jurnalistiknya tentang Komunitas Lima Gunung, baik tentang berbagai kegiatan kesenian, tradisi budaya, kekayaan kearifan dusun, maupun pribadi-pribadi anggotanya.
"Juga tentang keseharian kami menjalani hidup pertanian yang terus kami maknai," kata Supadi.
Ia mengatakan bahwa komunitas itu terdiri atas orang-orang yang bergulat dan menjalani usaha-usaha membangun jalinan persaudaraan dan kekeluargaan dengan siapa saja, sebagaimana sering kali disebut oleh masyarakat Jawa sebagai "sanak" dan "kadang".
Supadi mengharapkan buku "Sanak Kadang" kelak berguna bagi generasi mendatang di kawasan lima gunung Kabupaten Magelang.
Hari Atmoko menyatakan bersyukur mendapat kesempatan untuk membukukan tulisan-tulisan tentang Komunitas Lima Gunung menjadi buku "Sanak Kadang itu, dengan peluncuran bertepatan dengan hajatan besar tahunan, Festival Lima Gunung tahun ini yang berlangsung pada tanggal 23--24 Agustus 2014.
"Saya menyadari tulisan-tulisan yang seolah-olah berserakan di mana-mana. Ada baiknya dikumpulkan menjadi buku, untuk lebih nyaman dibaca dan menjadi dokumen penting kelak," katanya.
Sebelum peluncuran itu, buku "Sanak Kadang" juga diikutkan dalam kirab budaya para seniman Komunitas Lima Gunung, berjalan mengelilingi jalan-jalan Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan, Kecamatan Pakis, tempat Festival Lima Gunung 2014.
Buku tersebut kumpulan tulisan karangan khas Hari Atmoko, salah satu pegiat Komunitas Lima Gunung yang juga wartawan Kantor Berita Antara.
Buku setebal 453 halaman yang diterbitkan TriBEE Press bekerja sama dengan Komunitas Lima Gunung tersebut berisi 105 tulisan sejak pertengahan 2011 hingga medio 2014.
Buku "Sanak Kadang" dengan desain produksi Poplar-Inc, pemeriksa aksara Wicahyanti Rejeki, foto-foto pendukung oleh Arie Kusuma dan Anton Wijayanto, sedangkan pengantar buku ditulis oleh budayawan Magelang Kiai Jowongso.
Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto mengatakan bahwa buku "Sanak Kadang" sebagai buku kedua Hari Atmoko tentang komunitas yang beranggota kalangan seniman yang juga petani di dusun-dusun di Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.
Buku pertamanya, ucapnya, berjudul "Konon" juga kumpulan tulisan (2007--2011) Hari Atmoko yang diluncurkan pada akhir 2011 di Studio Mendut Kabupaten Magelang.
"Bagi kami, buku ini menjadi penting karena akan menjadi dokumen tulisan tentang apa saja yang telah kami lakukan," katanya.
Ia mengatakan bahwa Hari Atmoko yang sejak 2001 bertugas menjadi wartawan Kantor Berita Antara di Magelang dan sekitarnya menuliskan relatif cukup banyak laporan jurnalistiknya tentang Komunitas Lima Gunung, baik tentang berbagai kegiatan kesenian, tradisi budaya, kekayaan kearifan dusun, maupun pribadi-pribadi anggotanya.
"Juga tentang keseharian kami menjalani hidup pertanian yang terus kami maknai," kata Supadi.
Ia mengatakan bahwa komunitas itu terdiri atas orang-orang yang bergulat dan menjalani usaha-usaha membangun jalinan persaudaraan dan kekeluargaan dengan siapa saja, sebagaimana sering kali disebut oleh masyarakat Jawa sebagai "sanak" dan "kadang".
Supadi mengharapkan buku "Sanak Kadang" kelak berguna bagi generasi mendatang di kawasan lima gunung Kabupaten Magelang.
Hari Atmoko menyatakan bersyukur mendapat kesempatan untuk membukukan tulisan-tulisan tentang Komunitas Lima Gunung menjadi buku "Sanak Kadang itu, dengan peluncuran bertepatan dengan hajatan besar tahunan, Festival Lima Gunung tahun ini yang berlangsung pada tanggal 23--24 Agustus 2014.
"Saya menyadari tulisan-tulisan yang seolah-olah berserakan di mana-mana. Ada baiknya dikumpulkan menjadi buku, untuk lebih nyaman dibaca dan menjadi dokumen penting kelak," katanya.
Sebelum peluncuran itu, buku "Sanak Kadang" juga diikutkan dalam kirab budaya para seniman Komunitas Lima Gunung, berjalan mengelilingi jalan-jalan Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan, Kecamatan Pakis, tempat Festival Lima Gunung 2014.
0 komentar :
Posting Komentar