Kehadiran Pusat Perbelanjaan Carrefour di Jalan Jamin Ginting Medan (Bersebelahan dengan komplek Perumahan Citra Garden) yang kini sedang dalam proses pembangunan gedung, cukup meresahkan para pedagang Tradisional Sembada dan pedagang Padang Bulan sekitarnya.
Mereka khawatir pusat perbelanjaan itu akan membuat dagangan mereka “gulung tikar”, karena sistem grosir yang diterapkan Carrefour. Untuk itu Asosiasi pedagang Lokal Padang Bulan sekitarnya (Aspalansi) menolak rencana pembangunan pusat perbelanjaan yang dikelola dengan mengandalkan modal asing tersebut. Keberadaan bangunan Carrefour pun dianggap tak pantas terletak di kawasan perkotaan.
“Kita lihat di kota-kota lain, seperti di Jakarta misalnya, Carrefour itu dibangun di kawasan pinggiran kota. karena pusat perbelanjaan ini sifatnya grosir, kalau berdiri di kawasan pasar tradisisonal otomatis akan membunuh kelangsungan hidup pedagang tradisional tersebut, mereka tak akan bisa bersaing,”kata L Gultom SE MM, dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bina Bangsa yuang juga Ketua dari 50 LSM se Sumut.
Apalagi untuk rencana Carrefour di Padang Bulan Medan, menurut Gultom karena jaraknya yang dekat maka Carrefour akan mengambil pelanggan pedagang Pasar Tradisional Sembada dan Pedagang Lokal Padang Bulan sekitarnnya. Barang yang dijual di Carrefour sama dengan barang yang dijual para pedagang tersebut bahkan jauh lebih lengkap.
Karena keresahan itu pula asosiasi pedagang tersebut membuat pengaduan kepada LSM yang dipimpin Gultom agar persoalan tersebut bisa dibawa menjadi persoalan nasional. Apalagi seperti dipaparkan Gultom, proses pembangunan Carrefour tersebut juga menyimpang dari Peraturan Presiden (Perpres) RI No 112 tahun 2007 mengatur ketentuan tentang penataan dan pembinaan pasar tradisonal, pusat perbelanjaan dan toko modern.
Selanjutnya peraturan itu tehnis diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang pedoman, penataan dan pembinaan pasar tradisonal pusat perbelanjaan dan toko modern.
Untuk itu, kata Gultom, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang digunakan carrefour Padang Bulan dalam pembangunan gedungnya, dipastikan tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. “Kita sesali kenapa IMB nya sudah diterbitkan oleh pihak berwenang, padahal untuk mengurus IMB itu harus ada izin lokasi dan dari Disperindag. Atas dasar itulah IMB keluar,” papar Gultom.
Dalam hal ini, menurut Gultom dia juga pernah membicarakannya dengan pihak tata kota . Selain itu pihak Aspalansi juga telah mengirim surat kepada Walikota Medan tertanggal 17 Juni 2009 yang isinya memuat dua hal yakni penolakan Carrefour dan penyampaian saran agar walikota Medan tidak meneribitkan izin usaha Carrefour di Padang Bulan.
Selain itu Gultom juga menegaskan penolakan Carrefour merupakan ‘harga mati” dan tidak akan ada negosiasi dalam menyikapinya. “Kita cuma minta batalkan keberadaan Carrefour di lokasi tersebut, serta bongkar bangunan yang kini tengah dalam pengerjaannya,” cetus Gultom. Karena menurutnya pihaknya hanya ingin menegakkan hukum yang telah diberlakukan dengan pedoman kepada Peraturan Presiden dan Peraturan Menetri.
Mereka khawatir pusat perbelanjaan itu akan membuat dagangan mereka “gulung tikar”, karena sistem grosir yang diterapkan Carrefour. Untuk itu Asosiasi pedagang Lokal Padang Bulan sekitarnya (Aspalansi) menolak rencana pembangunan pusat perbelanjaan yang dikelola dengan mengandalkan modal asing tersebut. Keberadaan bangunan Carrefour pun dianggap tak pantas terletak di kawasan perkotaan.
“Kita lihat di kota-kota lain, seperti di Jakarta misalnya, Carrefour itu dibangun di kawasan pinggiran kota. karena pusat perbelanjaan ini sifatnya grosir, kalau berdiri di kawasan pasar tradisisonal otomatis akan membunuh kelangsungan hidup pedagang tradisional tersebut, mereka tak akan bisa bersaing,”kata L Gultom SE MM, dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bina Bangsa yuang juga Ketua dari 50 LSM se Sumut.
Apalagi untuk rencana Carrefour di Padang Bulan Medan, menurut Gultom karena jaraknya yang dekat maka Carrefour akan mengambil pelanggan pedagang Pasar Tradisional Sembada dan Pedagang Lokal Padang Bulan sekitarnnya. Barang yang dijual di Carrefour sama dengan barang yang dijual para pedagang tersebut bahkan jauh lebih lengkap.
Karena keresahan itu pula asosiasi pedagang tersebut membuat pengaduan kepada LSM yang dipimpin Gultom agar persoalan tersebut bisa dibawa menjadi persoalan nasional. Apalagi seperti dipaparkan Gultom, proses pembangunan Carrefour tersebut juga menyimpang dari Peraturan Presiden (Perpres) RI No 112 tahun 2007 mengatur ketentuan tentang penataan dan pembinaan pasar tradisonal, pusat perbelanjaan dan toko modern.
Selanjutnya peraturan itu tehnis diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang pedoman, penataan dan pembinaan pasar tradisonal pusat perbelanjaan dan toko modern.
Untuk itu, kata Gultom, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang digunakan carrefour Padang Bulan dalam pembangunan gedungnya, dipastikan tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. “Kita sesali kenapa IMB nya sudah diterbitkan oleh pihak berwenang, padahal untuk mengurus IMB itu harus ada izin lokasi dan dari Disperindag. Atas dasar itulah IMB keluar,” papar Gultom.
Dalam hal ini, menurut Gultom dia juga pernah membicarakannya dengan pihak tata kota . Selain itu pihak Aspalansi juga telah mengirim surat kepada Walikota Medan tertanggal 17 Juni 2009 yang isinya memuat dua hal yakni penolakan Carrefour dan penyampaian saran agar walikota Medan tidak meneribitkan izin usaha Carrefour di Padang Bulan.
Selain itu Gultom juga menegaskan penolakan Carrefour merupakan ‘harga mati” dan tidak akan ada negosiasi dalam menyikapinya. “Kita cuma minta batalkan keberadaan Carrefour di lokasi tersebut, serta bongkar bangunan yang kini tengah dalam pengerjaannya,” cetus Gultom. Karena menurutnya pihaknya hanya ingin menegakkan hukum yang telah diberlakukan dengan pedoman kepada Peraturan Presiden dan Peraturan Menetri.
0 komentar :
Posting Komentar