BARUSNews | Bekas penggalian jejak budaya dan Arkeologi Batak di Samosir menjadi tempat kerumunan dan masih terus ramai hingga hinga Jumat, (3/5/2018).
Penggalian dipimpin langsung Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara, Ketut Wiradnyana yang dimulai pada 9 April hingga 1 Mei 2018 lalu.
Kehadiran penggalian ini diharapkan membawa efek baik, sehingga bangsa khususnya Batak semakin mencintai budayanya yang masih berlangsung hingga kini.
Ketut mengatakan, pada penelitian belakangan lubang bekas tiang rumah lebih dari berusia 600 tahun menjadi temuan arkeologis mereka.
Tepatnya di Desa Sianjurmulamula yang diyakini kuat sebagai perkampungan awal Masyarakat Batak.
"Ini sudah nyata, dan menjawab bahwa ada hunian di sana dan berhubungan dengan folklore. Makna penelitian ini sebenanrnya yang perlu bagi orang Batak.
Sejarahnya mau dibawa kemana setelah dibentuk rekonstruksi. Apakah mau memaknai kembali itu, bagaimana membangun manusia Batak itu saat ini agar lebih baik, bila dibandingkan dengan tingginya peradaban masa lalu,"ucap Ketut.
Lubang tiang bekas rumah yang mereka gali berkedalaman 60 senti meter dan berdiameter 15-20 sentimeter. Selain itu, pada lapisan serupa ditemukan umpak atau batu alas tiang rumah.
Ketut menyebutkan, penememuan sebelumnya yakni pada tahun 2014 usia peradaban telah tercatat 600 tahun.
Sementara penelitian terakhir ini, usia peradaban Batak di Sianjur Mula-mula diperkirakan berusia 1000 tahun.
Menurut Arkeolog berdarah Bali ini, satu dari temuan yang ditemukan belakangan seperti sisa arang berdasarkan Analisis karbon diduga lebih tua dari 600 tahun.
"Kita tidak tau, apakah masih ada yang lebih tua dari situ,"sebutnya.
Sisa arang pembakaran (dapur) di lapisan penelitian, juga nanti akan menuntun penelitian berapa lama sudah ada Peradaban di sana. Bahkan, bisa jadi nanti di sana peradaban yang ada kurang atau lebih dari 2000 tahun dijadikan hunian terakhir di Sianjur Mula-mula.
Beberapa waktu lalu, Balai Arkeologi Sumatera Utara menggelar diskusi "Focus Discussion Group" berthema "Penelitian Arkeologi Sebagai Fondasi Peningkatan Pendidikan Karakter" di Samosir. Temuan ini sempat menjadi bahasan.
Baik di antara guru sejarah, budayawan hingga yang lain. Temuan arkeologi juga menghubungkan temuan perkampungan tua di Simanindo sebelum ke Urat Samosir hingga ke Ulu Darat di Luar Pulau Samosir.
Kadis Pendidikan Samosir Rikardo Hutajulu yang menjadi Nara Sumber, menyebut Ulu Darat dulu dijadikan sebagai tempat upacara spritual. Khususnya marga keturunan si Raja Lontung. Klan marga tersebut juga menjadikan Ulu Darat sumber air untuk pertanian.
Disebutnya oang-orang di sana memiliki keterampilan di bidang pertanian. Dengan penelitian arkeologi ini, diharapkannya semakin dapat menunjang keterampilan generasi saat ini.
Menurutnya, sejauh inj upaya yang dilakukannya untuk membangun karakter melalui pendidikan yakni memberikan pemahaman budaya khususnya Batak melalui Pelajaran muatan lokal. Tentu, hal itu harus didukung penelitian Arkeologi agar peserta didik di Samosir semakin mencari jati diri sebagai orang Batak.
Katanya, guru sejarah nanti akan mereka rekrut dan dilatih menjadi guru muatan lokal. Disebutnya lagi, Samosir masih membutuhkan banyak sentuhan Arkeologi. Apalagi, Samosir sangat kaya dengan budaya karena dari sisi arkeologinya cukup jauh dari yang telah berlalu dan tua dengan peradabannya. (sumber)
Penggalian dipimpin langsung Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara, Ketut Wiradnyana yang dimulai pada 9 April hingga 1 Mei 2018 lalu.
Kehadiran penggalian ini diharapkan membawa efek baik, sehingga bangsa khususnya Batak semakin mencintai budayanya yang masih berlangsung hingga kini.
Ketut mengatakan, pada penelitian belakangan lubang bekas tiang rumah lebih dari berusia 600 tahun menjadi temuan arkeologis mereka.
Tepatnya di Desa Sianjurmulamula yang diyakini kuat sebagai perkampungan awal Masyarakat Batak.
"Ini sudah nyata, dan menjawab bahwa ada hunian di sana dan berhubungan dengan folklore. Makna penelitian ini sebenanrnya yang perlu bagi orang Batak.
Sejarahnya mau dibawa kemana setelah dibentuk rekonstruksi. Apakah mau memaknai kembali itu, bagaimana membangun manusia Batak itu saat ini agar lebih baik, bila dibandingkan dengan tingginya peradaban masa lalu,"ucap Ketut.
Lubang tiang bekas rumah yang mereka gali berkedalaman 60 senti meter dan berdiameter 15-20 sentimeter. Selain itu, pada lapisan serupa ditemukan umpak atau batu alas tiang rumah.
Ketut menyebutkan, penememuan sebelumnya yakni pada tahun 2014 usia peradaban telah tercatat 600 tahun.
Sementara penelitian terakhir ini, usia peradaban Batak di Sianjur Mula-mula diperkirakan berusia 1000 tahun.
Menurut Arkeolog berdarah Bali ini, satu dari temuan yang ditemukan belakangan seperti sisa arang berdasarkan Analisis karbon diduga lebih tua dari 600 tahun.
"Kita tidak tau, apakah masih ada yang lebih tua dari situ,"sebutnya.
Sisa arang pembakaran (dapur) di lapisan penelitian, juga nanti akan menuntun penelitian berapa lama sudah ada Peradaban di sana. Bahkan, bisa jadi nanti di sana peradaban yang ada kurang atau lebih dari 2000 tahun dijadikan hunian terakhir di Sianjur Mula-mula.
Beberapa waktu lalu, Balai Arkeologi Sumatera Utara menggelar diskusi "Focus Discussion Group" berthema "Penelitian Arkeologi Sebagai Fondasi Peningkatan Pendidikan Karakter" di Samosir. Temuan ini sempat menjadi bahasan.
Baik di antara guru sejarah, budayawan hingga yang lain. Temuan arkeologi juga menghubungkan temuan perkampungan tua di Simanindo sebelum ke Urat Samosir hingga ke Ulu Darat di Luar Pulau Samosir.
Kadis Pendidikan Samosir Rikardo Hutajulu yang menjadi Nara Sumber, menyebut Ulu Darat dulu dijadikan sebagai tempat upacara spritual. Khususnya marga keturunan si Raja Lontung. Klan marga tersebut juga menjadikan Ulu Darat sumber air untuk pertanian.
Disebutnya oang-orang di sana memiliki keterampilan di bidang pertanian. Dengan penelitian arkeologi ini, diharapkannya semakin dapat menunjang keterampilan generasi saat ini.
Menurutnya, sejauh inj upaya yang dilakukannya untuk membangun karakter melalui pendidikan yakni memberikan pemahaman budaya khususnya Batak melalui Pelajaran muatan lokal. Tentu, hal itu harus didukung penelitian Arkeologi agar peserta didik di Samosir semakin mencari jati diri sebagai orang Batak.
Katanya, guru sejarah nanti akan mereka rekrut dan dilatih menjadi guru muatan lokal. Disebutnya lagi, Samosir masih membutuhkan banyak sentuhan Arkeologi. Apalagi, Samosir sangat kaya dengan budaya karena dari sisi arkeologinya cukup jauh dari yang telah berlalu dan tua dengan peradabannya. (sumber)
0 komentar :
Posting Komentar